Tripolia.id – Negara Kesatuan Republik Indonesia telah mencapai usia 75th pada tanggal 17 Agustus 2020 yang lalu. Catatan sejarah perjuangan para pendiri bangsa dalam meraih kemerdekaan telah diukir dalam suatu bingkai persatuan. Indonesia sebagai sebuah Negara kesatuan mungkin baru berumur 75th tetapi Indonesia sebagai sebuah bangsa telah memiliki sejarah panjang jauh ke masa lampau. Salah satu sejarah pembentuk bangsa Indonesia adalah sejarah Kesulatanan Demak Bintoro. Kerajaan Demak Bintoro diakui sebagai kerajaan islam pertama di pulau Jawa yang berdiri pada abad 15 seiring memudarnya kerajaan Majapahit.
Demak bukan hanya menjadi saksi bagaimana peralihan jaman di akhir abad 15 tetapi juga menjadi saksi bagaimana agama Islam masuk ke pulau Jawa dan kelak akan menjadi agama mayoritas terbesar ketika NKRI berdiri. Agama Islam sudah ada di pulau Jawa bahkan ketika jaman Majapahi, tetapi islam menyebar secara luas ke seluruh pulau Jawa ketika kerajaan Demak berdiri. Penyebaran agama islam pada era kerajaan Demak melalui suatu dewan penyiaran yang kita kenal dengan nama Walisongo.
Proses penyebaran islam melalui Walisongo dikenal menggunkan pendekatan yang sangat menghargai kebudayaan Jawa yang sudah ada atau kearifan lokal. Kita mengetahui bagaimana Sunan Kalijaga menggunakan sarana Wayang sebagai media syiar islam. Beliau juga menciptakan tembang tembang Jawa yang penuh filsafat seperti Lir-ilir, Sluku-Sluku Batok menjadi media penyebar islam secara damai dan mudah diterima oleh masyarakat.
Kita juga mengenal bagaimana Sunan Kudus mewariskan tradisi tidak menyembelih sapi ketika Idul Qurban dan digantikan dengan Kerbau sebagai bentuk penghormatan kepada masyarakat Hindu yang waktu itu masih banyak bermukim ke diwilayah Kudus. Penyebaran Islam oleh walisongo dengan menyesuaikan kearifan local ini kemudian terbukti berhasil dengan menyebarkan Islam hampir ke seluruh wilayah pulau Jawa.
Salah satu peninggalan kerajaan Demak yang masih dapat dilihat sampai dengan sekarang adalah masjid Agung demak yang berdiri pada tahun 1466 masehi. Penanggalan ini diabadikan dalam ukiran pada Lawang Bledheg atau pintu petir di Masjid Agung Demak. Lawang bledheg sekaligus menjadi sengkalan memet (kronogram) yang dibaca “naga mulat salira wani” atau menunjukkan tahun 1388 Saka.
Simbol Kebhinekaan di Masjid Agung Demak
Masjid Agung Demak didirikan oleh Walisongo sebagai pusat kehidupan beragama islam di pulau Jawa dan juga sekaligus menjadi pusat pemerintahan kerajaan Demak. Arsitektur masjid agung Demak yang memiliki atap berbentuk atap limasan merupakan bentuk akulturasi kebudayaan Islam dengan Hindu yang waktu itu masih banyak dianut di Jawa. Atap limasan umumnya ditemukan pada bangunan Jawa atau identik dengan agama Hindu yang waktu itu masih banyak dianut oleh penduduk pulau Jawa.
Fakta lain yang menarik yang dapat kita saksikan di masjid agung Demak adalah adanya 4 tiang atau soko guru sebagai penyokong utama bangunan masjid. Ciri khas bangunan yang memiliki 4 soko guru juga menjadi ciri khas bagi bangunan yang kemudian dibangun di Pulau Jawa atau masjid masjid di kota lainya. Bahasa 4 soko guru ini sekarang ini melekat dengan yang kita kenal sebagai 4 konsensus kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
4 soko guru sebagai penopang utama bangunan masjid Agung Demak masing masing diciptakan oleh Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel dan Sunan Kalijaga. Setiap soko atau tiang terbuat dari kayu jati dengan ketinggian 17 meter dan terletak di pusat bangunan masjid sebagai penopang atap limasan. Diantara ke 4 soko guru tersebut terdapat 1 tiang yang istimewa dan berbeda dibandingkan tiang yang lain yaitu tiang dibuat oleh sunan Kalijogo dan dikenal sebagai Soko Tatal.
Saka tatal dibuat oleh kanjeng Sunan Kalijaga dari serpihan (tatal) kayu jadi yang diikat menjadi satu. Saka tatal ini menyimbolkan persatuan, dimana hal hal yang kecil dan berbeda-beda ukuran apabila disatukan dapat menjadi sesuatu yang kokoh dan kuat. Hal ini menjadi relevan ketika kita berbicara tentang Bhineka Tunggal Ika yang menjadi semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Belajar sejarah dari masalalu mampu menjadi salah satu sarana bagaimana kita memahami nilai nilai kebangsaan bagi generasi sekarang. Bahasa simbol yang kita temukan pada bangunan masjid agung Demak yaang dibangun pada masa kerjaan jauh sebelum Indonesia merdeka menunjukan bahwa Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari berbagai macam latar belakang. Perbedaan itulah justru yang membuat Indonesia sebagai sebuah bangsa kuat dan memiliki karakter yang berbeda dengan bangsa yang lain.
Penulis: